Jamah Ruang adalah situs blog yang berisi artikel-artikel motivasi dan pengembangan diri. Sekumpulan artikel ini bukan untuk menggurui, namun mengingatkanmu kembali pada proses introspeksi diri.

Ketika Terlalu Berlebihan Memikirkan Sesuatu

Over thinking
pexels.com

Overthinking adalah ketika seseorang memikirkan sesuatu hal secara berlebihan, bahkan untuk hal-hal yang amat sepele sekalipun.

Memikirkan sesuatu bukanlah kesalahan, malah itu keharusan. Yaitu untuk mempertimbangkan segala kemungkinan yang bisa terjadi dan menemukan cara mengahadapi setiap kemungkinan itu. Tapi yang namanya berlebihan itu tidak baik. Alih-alih menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan, kamu malahan tenggelam di alam pikiran yang bercabang dan tiada hentinya.

Pikiran yang terlalu bercabang hanya akan membuatmu kebingungan. Karena banyaknya pikiran yang kamu buat, di antaranya juga pasti terdapat pikiran-pikiran negatif. Pikiran negatif ini yang akan mendatangkan perasaan cemas dan khawatir.

Bagaimana kalau seandainya nanti saya begini? Apa yang harus saya lakukan? Saya rasa saya tidak bisa menghadapinya...

Ketika mulai muncul rasa cemas dan takut, itu adalah pertanda kamu harus segera menghentikan pikiranmu yang terlalu bercabang. Pangkas pikiran itu menjadi lebih sederhana. Jangan membuatnya begitu rumit. Atau kamu hanya akan dipermainkan terus menerus dan tidak berpindah ke mana-mana. Kamu hanya akan menetap di sana bersama pikiranmu yang rumit itu.

Apa yang harus dilakukan? Buat semudah mungkin. Pikirkan sesederhana mungkin. Dan yang paling penting adalah segera lakukan. Sebelum pikiranmu yang berlebihan menghalangimu lebih jauh lagi. Sebelum rasa percaya dirimu luntur dan hilang.

Setelah sedikit demi sedikit kamu jalani, kamu akan merasa bahwa itu tak serumit apa yang kamu pikirkan.

Selain membuatmu merasa cemas dan takut, pikiran yang berlebihan juga membuang-buang waktumu. Berikan lebih banyak waktumu untuk mengambil tindakan. Kamu tidak bisa hanya terus-terusan berpikir tanpa bertindak, bukan?

Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di waktu mendatang. Kamu bukan peramal. Jangan selalu berpikir bahwa semuanya akan berjalan dengan tidak baik, pikirkanlah semuanya akan baik-baik saja. Berikan usaha terbaikmu untuk itu.

Dan tidak ada yang sempurna. Kamu mungkin berpikir bahwa kamu akan melakukan kesalahan sampai membuatmu takut untuk bergerak. Jika kamu menunggu kesempurnaan, kamu tak akan pernah bisa memulai untuk melakukannya. Yang ada adalah peningkatan. Peningkatan hanya akan terjadi bila kamu, setidaknya memulai untuk melakukannya.

Segeralah pangkas pikiran bercabangmu. Dan mulai memberikan lebih banyak waktu untuk mengambil aksi.
Share:

Focus Now!

fokus pada langkah yang sekarang
pexels.com


Terjebak di masa lalu membuatmu marah, dendam, kecewa, dan menyesal. Terjebak di masa depan membuatmu takut, cemas, dan gelisah. Masa sekarang adalah yang utamanya harus diperhatikan. Fokus pada saat ini akan membuatmu melakukan apa yang memang bisa dilakukan.

Masa lalu adalah pelajaran. Kesalahan-kesalahan adalah bagian dari pengalaman. Tentu kita sering mendengar pepatah populer "Pengalaman adalah guru terbaik". Masa depan adalah rencana dan harapan. Masa sekarang adalah kunci.

Terlalu fokus pada masa lalu tidak akan memperbaiki kesalahan yang lalu. Terlalu terbuai dengan masa depan tidak akan membuatmu mencapainya. Masa sekarang adalah masa untuk memperbaiki kesalahan yang lalu. Masa sekarang adalah waktunya untuk mewujudkan masa depan yang kamu inginkan.

Jadi, fokuskan dirimu dengan masa sekarang ini. Memikirkan hal yang perlu dilakukan, lalu dengan segera melakukannya.

Seperti naik tangga, satu per satu anak tangga itu kamu tapaki. Jika kamu fokus pada langkahmu maka tak terasa tiba-tiba kamu sudah melangkah sampai sejauh itu. Terus menengok ke belakang dan tak memperhatikan langkahmu, bisa membuatmu terjatuh. Sedangkan jika terlalu memperhatikan puncak tangga yang kamu rasa terlalu jauh, bisa membuatmu merasa lelah karena seolah-olah kamu tak kunjung sampai dan bahkan kamu merasa apa yang kamu lakukan sepertinya sia-sia saja.

Masa lalu dan masa depan juga perlu untuk ditengok. Tapi itu untuk menyiapkan langkah terbaik yang sedang kamu rencanakan. Bukan untuk membuatmu terjebak.

Focus Now!
Share:

Merasa Tidak Dipahami Orang Lain?

pexels.com

Bagaimana rasanya ketika dirimu merasa tak ada yang bisa memahami? Sedih? Kecewa? Dan beberapa perasaan lain. Lalu mengarah pada perasaan kesepian. Kita berpikir betapa orang lain tak mampu memahami kita. 

Perasaan yang timbul dalam benakmu, kamu merasa tersisih, meaningless, begitu tak bermakna. Tentu saja kadang-kadang merasa marah, entah kepada mereka atau bahkan kepada diri sendiri. Tapi jangan tenggelam dulu dalam perasaan itu. Ada sisi-sisi lain yang harus dilihat terlebih dahulu sebelum menyalahkan siapapun.

Memahami orang lain adalah sesuatu yang sulit. Tak ada yang benar-benar mampu melakukan itu, memahami orang lain sepenuhnya. Sekarang kita bisa renungkan sejenak tentang pengalaman kita dalam memahami orang lain. Apakah kita benar-benar mampu memahami mereka sepenuhnya? Tidak bisa, hanya sebagian kecil saja yang mampu kita pahami. 

Cobalah untuk mengingat-ingat lagi, seberapa banyak kamu mampu memahami orang terdekatmu? Orang yang kamu anggap paling terkoneksi dengan batinmu. Sewaktu-waktu kamu masih dibuat terkejut. Jika kamu orang yang gampang nyeletuk, bisa saja bilang, "Nggak paham deh sama dia". Tidak mengherankan, karena memahami orang lain bukan perkara mudah. Dibutuhkan empati dan kesadaran yang tinggi untuk bisa melakukannya.

Hal lain lagi, tak semua orang mau melakukannya. Bisa saja karena sulitnya melakukan itu. Kegiatan ini memang penting untuk bisa menjalin komunikasi yang harmonis. Namun tak semua orang bisa dan tak semua orang mau. Mereka juga memiliki keinginan yang sama, yaitu keinginan untuk dipahami juga. 

Ya, semua sama. Semua memiliki keinginan untuk dipahami. Walaupun dengan takaran berbeda-beda. Karena ketika kita merasa dipahami, kita akan lebih merasa berharga. Tidak merasa asing di tengah-tengah lingkup sosial.

Kamu perlu waktu untuk dirimu sendiri. Tak ada orang lain yang bisa memahamimu sebaik diri kamu sendiri. Ketika kamu merasa kesepian karena ingin dipahami, resapilah bahwa tak sedikit orang merasakan hal yang sama denganmu. Karenanya, tingkatkan kemampuanmu untuk memahami orang lain. Untuk memahami orang-orang terdekatmu. Membahagiakan mereka yang kamu sayangi sama saja dengan membahagiakan dirimu sendiri.
Share:

Kebohongan Berantai

kebohongan
pixabay.com


Pernah berbohong? Apa yang kamu rasakan setelah berbohong? Merasa lega karena kamu mampu menutupi rahasiamu? Mungkin iya, tapi hanya sesaat setelah kamu berbohong. Selanjutnya kecemasan yang akan jadi buntutnya. Cemas kalau-kalau kebohonganmu terungkap.

Sekali berbohong, akan mudah terpancing untuk berbohong lagi. Kamu takut kebohonganmu diketahui, lalu kamu menutupi kebohongan pertama dengan kebohongan kedua. Lalu orang itu akan mencoba menyelidik lagi, kamu menutupinya lagi dengan kebohongan ketiga. Dan semakin banyaklah kebohongan-kebohongan yang tercipta.

Cemas, khawatir, takut. Bagaimana kalau semuanya terbongkar? Percayalah, semuanya akan segera terkuak. Kebohongan yang kamu ciptakan bukan untuk menutupi kebenarannya, namun hanya sekedar menunda kebenaran itu muncul ke permukaan.

Tekanan batin sedikit demi sedikit mulai membesar. Terutama jika kebohongan yang dibuat adalah sebuah kebohongan yang besar. Serapat apapun bangkai disembunyikan, lama-lama akan tercium juga baunya. Lalu kamu berpikir bagaimana cara menghadapinya? Tidak mungkin bila diungkapkan begitu saja. Ini sesuatu yang riskan. Sangat.

Tapi hanya ada dua jalan di sini. Menunda kebenaran terungkap, lalu kamu akan muncul sebagai orang yang kalah, atau sesegera mungkin memperbaikinya dan mengambil konsekuensinya sebagai orang yang berani. 

Rasanya berat juga bila harus menanggung konsekuensinya. Tapi anggaplah itu sebagai hukuman. Hidup dengan cara yang jujur akan lebih menenangkan batin. Daripada menciptakan kebohongan berantai, yang ujung-ujungnya mencekik diri sendiri. Dan hanya akan merugikan diri sendiri.


Share:

Jangan Jadikan Tugas Sebagai Beban

menyelesaikan-tugas
pexels.com

Pada suatu waktu mungkin kamu mulai jenuh dengan adanya tugas yang menumpuk di meja. Mungkin kamu mulai lelah dengan semua itu. Dan mungkin juga kamu merasa begitu letihnya sampai berpikir bahwa kamu tidak sanggup untuk menyelesaikan semuanya.

Oke, itu semua adalah hal yang wajar. Sekarang mari kita coba melihat tugas-tugas itu dari sudut pandang yang lain. Tugas adalah hal yang wajib dikerjakan. Mengerjakan setiap tugas adalah sebuah tanggung jawab. Ya, kita semua setuju akan hal itu.

Lalu kenapa semua itu terasa begitu berat? Sekarang tanyakan lagi pada dirimu sendiri. Kamu anggap sebagai apa tugas-tugas yang sedang kamu pikul itu? Apakah kamu menganggapnya sebagai beban yang harus cepat-cepat kamu kurangi dari pundakmu? Kalau iya, tentu itu akan terasa berat. Karena tujuan kamu mengerjakan tugas itu hanya agar bebanmu berkurang. Hanya agar tugasmu selesai. Itu saja. Maka tak ada kenikmatan setiap mengerjakannya.

Jadi sekarang, bagaimana agar tugas itu tidak terasa berat? Cobalah tips-tips berikut ini.

  • Jangan Menganggapnya Sebagai Beban

Seperti yang sudah saya katakan di atas tadi, menganggap tugas sebagai beban hanya akan membuatnya semakin terlihat berat. Walaupun kenyataannya tidak begitu. Anggaplah itu sebagai sesuatu yang memang sewajarnya harus kamu lakukan. Atau anggap sebagai hal lain yang tidak membuatmu merasa terbebani dengan keberadaannya.

  • Lakukan dengan Senang Hati

Nikmati saja. Jangan merasa terpaksa. Merasa terpaksa mengerjakannya membuat hasil yang dicapai kurang maksimal. Selain itu, juga malah akan membuatmu merasa tertekan. Maka nikmatilah tugas yang sedang kamu kerjakan. Ketika kamu menikmatinya, biasanya kamu tak sadar tahu-tahu tugasmu sudah selesai karena saking asyiknya kamu mengerjakan.

  • Fokus Pada Satu Tugas Terlebih Dahulu

Selesaikan tugasmu satu per satu. Saat sedang mencoba menyelesaikan suatu tugas, berusahalah untuk tidak memikirkan tugas yang lain. Fokus saja pada apa yang kamu kerjakan saat ini. Memikirkan tugas lain saat mengerjakan tugas, malah akan membuatmu merasa bahwa tugasmu begitu banyak dan tak kunjung selesai. Tetap fokus.

  • Berikan Reward Untuk Dirimu Sendiri Jika Berhasil Menyelesaikan Tugas

Kamu juga perlu sebuah perayaan kecil. Mendengarkan musik, menonton satu episode film serial, membelikan dirimu es krim/makanan, atau hal kecil lain yang membuatmu senang dan mood-mu membaik. Dengan melakukannya kamu merasa lebih menghargai dirimu dan jerih payahmu setelah menyelesaikan tugas.

  • Nikmati Kepuasanmu

Rasakan betapa leganya ketika selesai mengerjakan tugas. Lalu pikirkan juga ketika akan memulai mengerjakan tugas yang lain, pikirkan bahwa kamu akan mendapat kepuasan yang lebih ketika satu per satu tugasmu mampu terselesaikan.
Share:

Membuat Kebiasaan Baru, Hanya Berat di Awal

membentuk kebiasaan baru
pixabay.com

Kebiasaan merupakan sesuatu yang secara rutin dilakukan berulang-ulang dalam periode waktu tertentu. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan biasanya kita lakukan seolah-olah sudah otomatis. Alias tanpa direncakan atau diperhitungkan dengan detail. Karena kita sudah hafal dengan dengan apa yang kita lakukan.

Sungguh beruntung jika kamu telah memiliki kebiasaan (habit) yang baik. Misal, bangun pagi, datang ke tempat kerja tepat waktu, selalu memenuhi janji, dan lain sebagainya. Kebiasaan yang baik, bisa juga dikatakan sebagai kebiasaan yang sehat. Memiliki kebiasaan yang baik artinya memiliki pola hidup yang sehat pula.

Kebanyakan dari kita akan memiliki anggapan bahwa kebiasaan itu sulit untuk diubah. Nah, masalahnya kita tidak semua kebiasaan yang kita lakukan itu baik. Ada beberapa kebiasaan buruk yang kita rasa perlu diperbaiki, diubah dan diatur ulang serta digantikan dengan kebiasaan baru yang lebih baik.

Sulitkah Untuk Menghilangkan Kebiasaan Buruk?

Selanjutnya kitapun berpikir bagaimana caranya untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Jawaban saya adalah, ya sulit. Sulit jika kamu berpikir untuk menghilangkan sama sekali. Kedengarannya memang ini kabar buruk. Tapi sesungguhnya tidak. Saya tidak terlalu menyarankan kamu untuk menghilangkannya, tapi yang perlu kamu coba adalah mengubahnya.

Akan saya berikan gambaran tentang menghilangkan kebiasaan atau mengubah kebiasaan(?). Saya mempunyai seorang teman yang suka berbicara asal nyeplos. Jika ada seseorang yang sedang berbicara, dia suka menyela dan mendebat apabila dia tidak setuju. Padahal orang itu belum selesai bicara. Dan lagi, teman saya itu tidak mau mendengarkan sama sekali penjelasan orang lain yang mencoba menyangkal pendapat teman saya itu.

Jika teman saya itu mencoba untuk menghilangkan sama sekali kebiasaannya, saya juga akan setuju jika kita katakan dia akan sangat kesulitan. Pertanyaan yang muncul akan berupa : "bagaimana caranya menahan diri agar tidak menyela omongan orang?", "bagaimana caranya diam?", "bagaimana caranya mendengarkan?".

Ketika waktu itu dia bertanya pada saya, apakah dia perlu berubah, saya jawab "tentu sangat perlu". Dan akhirnya dia mengubah kebiasaannya. Dia tetap bereaksi ketika seseorang berbicara hal yang tidak sependapat, namun dia menunggu terlebih dahulu sampai orang itu selesai bicara. Dia tetap mendebat, namun dia mengubah caranya. Jika tadinya dia langsung mencecarnya dengan argumen, kali ini dia bertanya dan menggali dulu tentang hal yang didengarnya sampai dia paham benar. Juga paham apa yang akan dia bicarakan.

Jadi jika kamu kesulitan untuk menghilangkan kebiasaan buruk, maka cobalah untuk mengubahnya.

Bagaimana Cara Memulai

Sebuah kebiasaan, terutama kebiasaan yang sudah sangat melekat seolah sudah mendarah daging, rasanya sulit untuk kita ubah. Tapi percayalah, kita hanya butuh sedikit waktu untuk beradaptasi.

Yang paling penting ketika sedang membentuk kebiasaan baru adalah kamu tetap konsisten pada masa adaptasi itu. Kamu konsisten sampai pikiranmu sudah hafal dan kamu melakukan hal itu seolah sudah otomatis tanpa perlu dipaksa-paksa lagi.

Nah, masa adaptasi ini yang menentukan apakah kamu berhasil membentuk kebiasaan baru atau tidak. Untuk mempermudah membayangkannya, kita bagi tiga level yaitu Level Nol, Level Adaptasi, dan Level Kebiasaan.

Level Nol adalah level di mana kamu baru saja memulai. Level Adaptasi adalah ketika kamu sedang mencoba mempraktekkan sesuatu hal agar menjadi sebuah kebiasaan. Sedangkan Level Kebiasaan adalah ketika kamu sudah berhasil membuat hal itu menjadi kebiasaan dan kamu sudah menjalankannya secara otomatis.

Nah pada Level Adaptasi ini, kamu perlu memaksakan diri untuk rutin melakukan kebiasaan barumu. Terus lakukan sampai akhirnya kamu mencapai Level Kebiasaan. Semakin lama, semakin ringan kebiasaan barumu untuk dilakukan.

Jika tidak melakukannya sekali saja (ketika masih ada di Level Adaptasi), maka bisa-bisa kamu kembali ke Level Nol. Apa artinya? Artinya, kamu mengulang lagi dari awal. Kamu mengulang lagi rasa beratnya memulai. Maka dari itu saya katakan untuk tetap konsisten pada masa adaptasi ini sebelum benar-benar menjadi kebiasaan.

Share:

Seberapa Pentingkah Rasa Percaya Diri?

pentingnya-percaya-diri
pixabay.com

Percaya diri merupakan salah satu sikap positif yang perlu ditumbuhkan guna menghadapi tantangan hidup. Pengertian kepercayaan diri sendiri adalah suatu sifat yang membuat seseorang bisa melihat, mengukur dan memberikan penilaian positif terhadap kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya. Orang yang percaya diri akan melihat kemampuan dirinya secara objektif serta memiliki pengharapan yang realistis.

Keberhasilan mungkin tidak bisa selalu dicapai. Namun, yang orang percaya diri lakukan bukanlah sikap menyerah, memandang dirinya dengan citra negatif, dan menyalahkan keadaan, baik keadaan yng berasal dari dirinya maupun dari luar. Sebaliknya, dia akan terus menumbuhkembangkan potensinya untuk mengatasi kegagalan yang dialami.

Percaya diri bukanlah soal percaya saja bahwa dirinya mampu padahal tidak mampu, namun kemampuan untuk mengukur seberapa besar potensi yang dimilikinya. Lalu meyakini potensi itu serta bisa menggunakannya dengan baik maupun mengembangkannya.

Setiap orang memiliki tingkat kepercayaan diri yang berbeda-beda. Ada yang kepercayaan dirinya tinggi, ada yang sedang dan adapula yang rendah atau tidak percaya diri. Pola asuh dan kehidupan di masa kecil tentunya sangat berpengaruh terhadap rasa percaya diri seseorang. Misalnya, apakah seseorang hidup dalam keluarga yang harmonis, apakah seseorang itu dihargai (dipuji dan diberi penghargaan oleh orang tuanya) setiap meraih suatu pencapaian, apakah seseorang itu hidup di lingkungan yang saling menghargai.

Beberapa perlakuan buruk pada masa kecil dapat menghambat rasa percaya diri seseorang. Salah satunya adalah pem-bully-an. Apalagi bagi yang kekuatan mentalnya belum terlatih. Perbuatan mengucilkan seseorang juga berpengaruh buruk terhadap rasa percaya diri seseorang. Hilangnya rasa percaya diri ini akan diikuti perasaan minder, rendah diri, dan cenderung menutup diri.

Pernah melihat seseorang yang ketika kamu perhatikan, sebenarnya tidak lebih mampu darimu akan suatu hal? Tapi tiba-tiba dia mengagetkanmu karena dia meraih pencapaian yang lebih besar darimu. Sedangkan kamu yang sebenarnya lebih mampu tidak mendapat pencapaian itu. Itu karena dia mempunyai rasa percaya diri yang lebih.

Rasa percaya diri ini merupakan bekal yang penting untuk meraih banyak hal. Dalam menghadapi kegagalan, misalnya. Orang yang percaya diri akan cepat mengoreksi dirinya pada bagian mana yang salah dan harus diperbaiki. Dan bukannya langsung menghakimi bahwa dirinya sendiri tidak mampu.

Menurut Martadilah (2010) orang yang percaya diri memiliki karakteristik:
  1. Mengenal dengan baik kekurangan dam kelebihan yang dimilikinya lalu mengembangkan potensi yang dimilikinya.
  2. Membuat standar atas pencapaian, memberikan penghargaan jika tercapai dan bekerja lagi jika belum tercapai.
  3. Tidak menyalahkan orang lain atas kekalahan atau ketidakberhasilannya namun lebih banyak instropeksi diri.
  4. Mampu mengatasi perasaan tertekan, kecewa, dan rasa ketidakmampuan yang menghinggapinya.
  5. Mampu mengatasi rasa kecemasan dalam dirinya.
  6. Tenang dalam mengjadapi segala sesuatu.
  7. Berpikir positif.
  8. Maju terus tanpa harus menoleh ke belakang.
Tentunya karakteristik di atas adalah semua yang kita perlukan untuk mampu menghadapi segala tantangan. Dengan rasa percaya diri, maka seseorang akan memiliki kehidupan sosial yang baik, prestasi yang baik, bertanggung jawab, dan mandiri.

Ketika dihadapkan pada tugas-tugas yang sulit, orang yang percaya diri juga tidak mudah frustasi. Emosi yang ada dalam dirinya tetap stabil dan tidak mudah terombang-ambing.

Tanpa rasa percaya diri, orang yang memiliki kemampuan cukup pun akan sulit untuk meraih pencapaian. Karena dia tidak mempercayai kemampuannya sendiri dan menganggap tantangan itu terlalu besar untuk dihadapi. Maka yang muncul adalah perasaan takut untuk mencoba, dibayang-bayangi kegagalan, serta dikuasai oleh keraguan.

Karena sedemikian pentingnya, maka rasa percaya diri haruslah dipupuk dan dipelihara agar terus tumbuh. Berikut ini tips dari saya yang bisa dilakukan agar memiliki rasa percaya diri:
  • Menghargai diri sendiri
Cobalah untuk menghargai diri sendiri. Walaupun memiliki banyak kekurangan, tapi lihat juga kelebihan yang kamu miliki. Cintai dirimu. Kurangnya penghargaan terhadap diri sendiri tentu akan menimbulkan sifat rendah diri.
  • Membangkitkan tekad dan kemauan
Banyak hal yang pasti akan menekan, membuat stress, dan membuatmu ada dalam kesulitan. Sudah pasti tekad yang kuat dibutuhkan supaya rasa percaya diri tetap terjaga.
  • Terus tingkatkan kemampuan
Adanya rasa percaya diri biasanya juga diimbangi dengan kemampuan. Maka semakin banyak dan mumpuni kemampuan kita, semakin tinggi juga rasa percaya diri yang kita miliki. Jadi terus kembangkan kemampuan yang kamu miliki.
  • Perbanyak berkomunikasi dengan orang lain
Berkomunikasi dengan orang lain akan membuatmu mengetahui lebih banyak cara pandang. Ini akan membuatmu memahami lebih banyak hal.
  • Berlatih mandiri
Mandiri bukan berarti tidak butuh bantuan orang lain. Kita sebagai makhluk sosial tidak mungkin bisa lepas dari orang lain. Namun, mandiri adalah tidak menggantungkan segala sesuatunya pada orang lain. Mencoba memenuhi segala kebutuhan dengan usaha sendiri. Rasa percaya diri akan tumbuh jika kita memiliki sifat mandiri.


Referensi:
https://belajarpsikologi.com/pengertian-kepercayaan-diri/
http://etheses.uin-malang.ac.id/1781/5/09410125_Bab_2.pdf
Asrullah Syam, Amri. 2017. Pengaruh Kepercayaan Diri (Self Confidence) Berbasis Kaderisasi IMM Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Biotek, Volume 5 Nomor 1, http://journal.uin-alauddin.ac.id/, 5 May 2019
Share:

Recent Posts